Text
177 Tahun Kabupaten Lebak: Negeri yang Sedang Bersolek
Gerak dinamis pembangunan dan atau perbaikan berbagai ruas jalan oleh Bupati Jayabaya tampaknya memang menjadi sesuatu yang fenomenal dalam konteks, sebut saja 'Lebak Bersolek'. Eko Supraptono, guru teladan yang kami minta apresiasinya untuk buku ini (lihat Bagian Kelima) bahkan menyebut fenomena ini sebagai sebuah 'revolusi, revolusi jalan raya!' Dan sebagian besar partisipan buku ini, tampaknya juga sepakat perihal fenomena ini. Mengomentari isu yang kami tawarkan mengenai Kondisi Lebak saat ini, hampir semua partisipan menyebut atau setidaknya menyinggung perihal 'reformasi' jalan dalam 'aura' memuaskan, disamping alun-alun yang menjadi kebanggan banyak orang itu.
Tetapi, pada saat yang sama, para partisipan buku ini juga memberikan semacam 'footnote' yang relatif seragam: pembangunan mestinya tak hanya fokus dan jor-joran ke jalan raya. Lebak yang 'molek', yang kita cita-citakan bersama, tak cukup hanya molek di luar atau sebagian saja. Melainkan harus utuh: molek luar dalam cantik seutuhnya. Maka upaya menata diri, merias diri atau, sebutlah 'bersolek', mestinya juga dilakukan terhadap aspek-aspek lain yang tak hanya fiskal dan 'kasat mata'. Sebutlah misal aspek budaya dan mentalitas. Demikian pula, upaya 'bersolek' ini mestinya juga tak hanya dilakukan pada 'wajah' Lebak: Alun-alun kota dan Jalan-jalan besar di kota Rangkasbitung. Tetapi mesti pula ke bagian lain dari 'tubuh' Lebak serupa 'betis dan kaki' di Selatan Lebak, atau serupa 'perut dan punggung' di Tengah Lebak. Bahkan, upaya menata dan merias diri ini, sejatinya dilakukan pula terhadap 'bagian dalam' dari 'tubuh' Lebak, yang sukmawi, yang lebih 'ruhani': Penghayatan atas nilai-nilai religiusitas, penghayatan atas demokrasi, kepatuhan terhadap hukum, apresiasi tinggi terhadap kejujuran dan kesahajaan, serta lain-lain aspek kualitatif yang setara.
No other version available