Text
Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX
Lewat buku ini sejarawan Ong Hok Ham menyadarkan kita bahwa Madiun memiliki sejarah yang panjang. Maka betapa salah jika ingatan atas wilayah ini hanya terpatri pada sejarah pemberontakan PKI 1948.rnrnPada era Perang Giyanti (1746-1755), misalnya, Madiun memberikan dukungan yang amat penting bagi Sultan Mangkubumi (bertakhta 1749-1792). Dukungan ini berasal dari sosok Kiai Tumenggung Wirosentiko (sekitar 1720-1784), 'gegedug' (jawara) Sukowati, yang menjadi panglima setia Mangkubumi selama perang. Pasca berdirinya Yogyakarta, sang Jawara Sukowati diangkat sebagai bupati Wedana Madiun dengan gelar Raden Ronggo Prawirodirjo I (menjabat 1760-1784) dan diberi janji bahwa Sultan akan menyayangi keturunannya selamanya.
Bahkan pada masa Mataram akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17, Madiun telah menjadi pusat pemerintahan alternatif. Bupati dari Mancanegara Timur ini--istilah bagi daerah di luar Yogyakarta dan Surakarta--bisa bertindak sebagai raja kecil di wilayahnya. Sulitnya medan yang ditempuh antara Yogyakarta dan Madiun memberi semacam perasaan bebas mereka pada para bupati kawasan timur.
Buku ini juga menguraikan peran bupati Mancanegara Timur--terutama di Madiun--dalam relasinya dengan penguasa kolonial Belanda terkait gerakan sosial dan keagamaan yang bersifat politis. Tak diragukan lagi, buku ini memberi sumbangan penting bagi historiografi di Indonesia.
No other version available